Kendala Pendidikan Daring di Indonesia Selama Pandemi COVID-19 – Saat melewati Pandemi COVID-19 memaksa jutaan anak Indonesia untuk mengalihkan situasi pendidikan mereka dari offline ke online.
Kendala Pendidikan Daring di Indonesia Selama Pandemi COVID-19
Saat melewati Pandemi COVID-19 melanda Indonesia Pemerintah memaksa jutaan anak Indonesia untuk mengalihkan situasi pendidikan mereka dari offline ke online. Sekitar 60 juta siswa sekolah dasar hingga menengah atas dan delapan juta siswa sekolah kejuruan harus belajar di rumah dan mengandalkan teknologi daring sejak pemerintah memutuskan sekolah ditutup tanpa batas waktu (JPNN, 2020). Namun, masalah sosial muncul karena sebagian besar siswa sekolah tidak memiliki akses ke fasilitas belajar mengajar online (Wahyono et al., 2020).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia telah menyiapkan skenario belajar daring hingga akhir tahun 2020 (Pradana et al., 2020). Namun, angka infeksi terus meningkat, dan per Desember 2020, Indonesia masuk dalam 20 besar negara dengan jumlah kasus terbanyak (sekitar 650.000 kasus). Oleh karena itu, ada kemungkinan besar sekolah ditutup hingga pertengahan 2021.
Sudah ada beberapa pembicaraan tentang rencana pemerintah untuk membuka kembali sekolah dan memulai pembelajaran tatap muka pada tahun 2021. Orang tua diberikan pilihan untuk memilih apakah mereka ingin anaknya mengikuti kegiatan pembelajaran tatap muka ini. Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah, sekolah, dan orang tua akan diberikan kewenangan penuh. Namun, peneliti kesehatan, seperti ahli epidemiologi, berpendapat bahwa keputusan ini kontraproduktif dalam membatasi penyebaran virus corona (Viner et al., 2020).
Perjuangan Siswa dan Orangtuanya
Di sisi lain, ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pembelajaran di kelas bagi siswa yang kesulitan mengakses fasilitas belajar digital selama pandemi virus Corona. Sejumlah besar siswa Indonesia menghadapi masalah tidak memiliki ponsel atau tidak dapat membeli paket data internet untuk mengakses internet. Efektifitas edukasi daring di rumah selama masa pandemi COVID-19 dipantau oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Menurut survei yang dilakukan KPU di 34 provinsi Indonesia, kendala pembelajaran daring menjadi pertimbangan serius (Satryo, 2020).
Pandemi virus Corona telah memberikan tekanan berat pada kelompok masyarakat yang hidup di bawah kemiskinan. Ketika kegiatan belajar mengajar tidak bisa dilakukan secara tatap muka, anak-anak dari keluarga tidak mampu tidak memiliki fasilitas untuk mengakses pembelajaran digital. Orang tua yang tidak mampu kesulitan membayar pulsa, apalagi membeli paket data internet. Sejak pertengahan 2020, Kemendikbud menyalurkan subsidi berupa paket data internet. Namun, itu belum cukup menjawab permasalahan pendidikan daring (Fakhri et al., 2020).
Perjuangan Para Guru Sekolah
Bagian sebelumnya mengakui masalah utama bahwa pendidikan daring tidak dapat diterapkan secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, beberapa guru berinisiatif datang ke rumah siswanya dan melaksanakan proses pembelajaran secara berkelompok dengan maksimal lima siswa (Taufiqurrahman, 2020). Guru-guru ini sepakat bahwa pembelajaran daring daring di tempat mereka tidak berjalan mulus. Alasan yang sering mereka hadapi adalah banyak siswa yang tidak memiliki smartphone atau gadget lain yang dibutuhkan. Mereka juga kesulitan mengontrol aktivitas siswa karena tidak ada interaksi di kelas (Wahyono et al., 2020).
Di kediaman siswa, para pengajar berkunjung menyadari bahwa masih banyak orang tua yang tidak memiliki komputer pribadi, laptop atau smartphone. Mereka yang mengalami kesulitan dalam membeli paket data internet dan mendapatkan sinyal internet yang layak. Oleh karena itu, sudah menjadi hal yang lumrah jika para guru, terutama di desa-desa tertinggal, memutuskan untuk mengunjungi rumah siswanya satu per satu dan membawa berbagai macam buku untuk dibaca dan dipelajari siswa (Wahyono et al., 2020).
Artikel Terkait
Rekomendasi Universitas Dengan Jurusan Tata Rias Dan kecantikan Di Indonesia